www.neraca.co.id
Banyuwangi, Jawa Timur - Di suatu pagi, anak-anak etnis Osing berkumpul di sentra Umah Suket Lalang di Desa Tamansuruh, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.
Anak-anak itu dengan tekun mendengarkan instruksi Budi Hartono dalam membuat kerajinan tangan dari anyaman ilalang.
Budi Hartono, yang akrab disapa Cak Bud, adalah seorang praktisi anyaman ilalang.
Murid-murid yang belajar di Sekolah Adat Osing Pesinauan terlihat antusias berlatih menganyam ilalang, atau yang dikenal dengan sebutan melit.
Rumput ilalang harus dipisahkan dari rumput lainnya dan sepotong bambu kemudian dipotong menjadi dua dan diiris tipis-tipis.
Dua potongan bambu yang digunakan adalah bungkon berukuran tiga sentimeter (cm) dan satu lagi berukuran lima cm yang disebut jalen.
Tali yang terbuat dari bambu yang dipotong tipis, yang disebut "branding", juga disiapkan.
Cak Bud menjelaskan tiga teknik dalam menganyam rumput ilalang.
Teknik pertama yang disebut "belok" menggunakan satu bungkon dan dua bambu jalen yang kemudian diikat dengan branding.
Teknik kedua yang disebut "sepeg" menggunakan segenggam kecil rumput yang diikat, sedangkan teknik ketiga yang disebut "selimpet" menggunakan satu bungkon dan satu bambu jalen yang diikat dengan tali.
Dalam kesempatan itu, Cak Bud menunjukkan teknik selimpet kepada para siswa, yang biasa digunakan untuk membuat atap rumah dari rumput ilalang.
Saat menenun, disarankan untuk mengenakan pakaian berlengan panjang untuk mencegah gatal-gatal di tangan.
Cak Bud menegaskan bahwa kesabaran dan ketekunan adalah hal yang paling penting dalam menekuni kerajinan ini, karena prosesnya yang cukup membosankan.
Praktik menganyam rumput ini merupakan upaya untuk memotivasi anak-anak muda suku Osing agar mau mempelajari kerajinan ini.
Praktisi lainnya, Slamet Djharjo, yang akrab disapa Cak Sul, mengatakan bahwa kerajinan anyaman rumput Osing pada awalnya digunakan untuk membuat atap makam leluhur, namun ia dan Cak Bud kemudian berinisiatif untuk mengkomersilkan kerajinan tersebut.
Melalui upaya komersialisasi ini, ia optimis dapat memberdayakan para perempuan suku asli Osing untuk menjadi perajin anyaman ilalang dan para pria sebagai pengumpul rumput.
Upaya Cak Bud untuk memasarkan kerajinan rumput ilalang ini tidak berhenti sampai di situ, ia juga memasarkannya melalui media offline dan marketplace.
Kerajinan yang dirintis oleh Cak Bud dan Cak Sul sejak tahun 2019 ini awalnya dilakukan saat mereka melakukan perawatan makam leluhurnya, yaitu Buyut Semi dan Buyut Celi.
Rumput ilalang yang tadinya hanya menjadi rumput cogon atau ikut menjadi sampah kebun, namun Cak Bud dan Cak Sul bisa menyulapnya menjadi kerajinan yang bernilai ekonomi tinggi.
Beberapa hotel, restoran, dan pemakaman kini telah menggunakan kerajinan ilalang untuk atap, dekorasi, dan desain interior.