CNBC Indonesia
JAKARTA — Kekhawatiran masyarakat soal potensi kenaikan pengeluaran pada tahun bukan isapan jempol belaka. Pasalnya terdapat peluang kenaikan sejumlah komponen dan tambahan pungutan pada 2025, yang akan memengaruhi belanja masyarakat. Wacana pajak pertambahan nilai alias PPN naik jadi 12% menjadi isu panas belakangan, karena dianggap berlaku saat daya beli masyarakat tidak prima. Kenaikan harga barang-barang menjadi dampak kenaikan PPN 12% yang paling dikhawatirkan masyarakat.
Rencana kenaikan pajak itu pun menyeruak tidak lama setelah ramainya isu pembatasan subsidi tarif kereta rel listrik (KRL). Pemerintah ingin memberlakukan subsidi KRL berbasis NIK atau nomor induk kependudukan (NIK), karena menganggap banyak masyarakat mampu yang menggunakan KRL—meskipun merupakan transportasi umum atau bisa digunakan siapapun.
Rentetan tambahan pungutan dan iuran itu juga berseliweran di tengah penurunan jumlah kelas menengah Indonesia, yang menurut sejumlah pakar perlu menjadi perhatian. Pasalnya, kelas menengah (middle class) menjadi kelompok penting bagi perekonomian Indonesia, yang separuh produk domestik brutonya (PDB) berasal dari konsumsi.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa dalam lima tahun terakhir, jumlah kelas menengah berkurang 9,48 juta orang. Mereka 'turun kasta' menjadi kelompok menuju kelas menengah (aspiring middle class). Berkurangnya jumlah kelas menengah dikhawatirkan akan berpengaruh terhadap kondisi perekonomian Tanah Air, terutama dari sisi konsumsi. Adanya risiko tambahan beban belanja juga menimbulkan di kalangan kelas menengah, karena kenaikan upah belum terlihat besarannya.
Bisnis menghimpun setidaknya 10 pungutan yang berpotensi naik atau bertambah pada 2025. Artinya, kurang dari dua bulan lagi, masyarakat perlu bersiap untuk membayar berbagai kewajiban tersebut apabila jadi berlaku.
Lantas, apa saja pungutan yang berpotensi naik tahun depan?
Pemerintah telah merencanakan kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% per 1 Januari 2025. Dari besarannya, tarif pajak itu mengalami kenaikan 9,09%. Sebelumnya terdapat sinyal penundaan kenaikan tarif tersebut karena pemerintah belum memperhitungkan PPN 12% dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Berkali-kali, otoritas terkait menyebutkan bahwa nasib tarif PPN berada di tangan Prabowo.
Usai Prabowo menduduki kursi RI 1, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan sinyal di hadapan Komisi XI DPR, bahwa tidak akan melakukan penundaan implementasi tarif PPN 12% pada 2025. "Jadi kami di sini sudah dibahas dengan bapak ibu sekalian sudah ada UU-nya, kita perlu siapkan agar itu bisa dijalankan, tapi dengan penjelasan yang baik sehingga kita tetap bisa [jalankan]," ujarnya dalam Raker bersama Komisi XI DPR, Rabu (13/11/2024).
Program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) membuat masyarakat harus membayar simpanan sebesar 3% dari gaji atau upah peserta. Kini Tapera masih berlaku untuk kalangan aparatur sipil negara (ASN) sebagai pengalihan dari program Tabungan Perumahan (Taperum).
Implementasi Tapera secara luas berlaku paling lambat 2027, mencakup seluruh pekerja, yaitu pekerja swasta dan pekerja lepas. Masih terdapat kemungkinan tabungan tersebut tidak akan diterapkan tahun depan, tetapi pemerintah memiliki rencana untuk melakukan perluasan secara bertahap.
Berdasarkan Pasal 68 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25/2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat, pemberi kerja mendaftarkan pekerjanya kepada BP Tapera paling lambat 7 tahun sejak tanggal berlakunya PP tersebut.
Terdapat wacana iuran BPJS Kesehatan direncanakan naik pada tahun depan. Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti pun telah memberikan gambaran bahwa perubahan tarif mungkin baru akan ditetapkan pada pertengahan 2025.
Hal tersebut berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59/2024 tentang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Tarif baru untuk iuran, paket manfaat, dan harga layanan diperkirakan akan mulai berlaku pada 1 Juli 2025.
Saat ini, iuran BPJS Kesehatan Kelas 1 adalah Rp150.000, Kelas 2 sejumlah Rp100.000 dan Kelas 3 senilai Rp35.000 setelah mendapat subsidi dari pemerintah sebesar Rp7.000.
Muncul pula wacana kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) mahasiswa. Sebelumnya, Nadiem Makarim—kala itu menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi—berencana mengerek naik UKT pada tahun ini.
Pada akhirnya, Nadiem mengaku akan melakukan evaluasi dan mengkaji ulang kenaikan UKT yang menjadi keresahan masyarakat. Batalnya kenaikan UKT tersebut juga mempertimbangkan semua aspirasi dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk mahasiswa, keluarga, dan masyarakat.
Meski demikian, Badan Pusat Statistik (BPS) telah mencatat adanya kenaikan biaya pendidikan, termasuk UKT pada Tahun Ajaran Baru 2024/2025.
"Secara umum biaya kenaikan biaya perguruan tinggi pada bulan Agustus 2024 mengalami inflasi sebesar 0,46%. Salah satu contohnya adalah kenaikan UKT-nya. Dalam hal ini BPS tidak mencatat lebih rinci lagi untuk biaya perguruan tinggi," jelas Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini dalam konferensi pers, Senin (2/9/2024).
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu Askolani menyampaikan meski tidak ada kenaikan tarif cukai, sejauh ini pemerintah baru merencanakan penyesuain harga jual rokok di level industri. "Tentunya nanti akan kami review dalam beberapa bulan ke depan untuk bisa dipastikan mengenai kebijakan yang akan ditetapkan pemerintah," ungkapnya kepada Wartawan, Senin (23/9/2024).
Artinya, meski tidak ada kenaikan cukai hasil tembakau (CHT), tetapi pemerintah akan mendorong industri melakukan penyesuain harga jual eceran. Pemerintah juga berencana menerapkan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) atau cukai minuman manis pada 2025. Pengurangan Subsidi, hingga Asuransi dan Dana Pensiun Wajib.
Beberapa waktu lalu, pemerintah menyatakan sedang menyiapkan aturan yang mengatur program asuransi wajib third party liability (TPL) bagi pemilik kendaraan agar bisa diterapkan pada tahun depan. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ogi Prastomiyono menyampaikan program asuransi wajib ini, termasuk asuransi kendaraan, masih menunggu terbitnya Peraturan Pemerintah (PP).
PP tersebut akan menjadi payung hukum yang menjadi dasar pelaksanaan asuransi wajib tersebut, seperti ruang lingkup dan waktu efektif penyelenggaraan program. Diketahui, UU No. 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) mengatur bahwa pemerintah dapat membentuk program asuransi wajib sesuai dengan kebutuhan.
Dalam UU P2SK dinyatakan bahwa setiap amanat UU P2SK, diikuti dengan penyusunan peraturan pelaksanaan yang penetapannya paling lama 2 tahun sejak UU P2SK diundangkan. UU P2SK diteken Presiden Jokowi pada 2023. Dengan demikian program asuransi wajib ini berlaku mulai 2025.
Insentif Pajak Penghasilan (PPh) Final bagi Wajib Pajak Orang Pribadi UMKM sebesar 0,5% akan berakhir pada akhir 2024. Artinya, tarif normal akan mulai berlaku pada Tahun Pajak 2025. Ketentuan tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23/2018 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Usaha Yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
Di mana jangka waktu tertentu pengenaan PPh final 0,5%, paling lama tujuh tahun masa pajak bagi Wajib Pajak (WP) orang pribadi (OP) UMKM terdaftar. Artinya, bagi WP yang terdaftar sejak 2018, akan mulai menggunakan tarif normal pada 2025. Direktur Jenderal Pajak (DJP) Suryo Utomo menyampaikan pihaknya akan gencar melakukan sosialisasi pengunaan skema normal bagi WP OP UMKM. Dia menjelaskan, Tahun Pajak 2025 dan seterusnya dapat menggunakan Norma Penghitungan (jika memenuhi syarat dan omset belum melebihi Rp4,8 miliar) atau menggunakan tarif normal dan menyelenggarakan pembukuan jika omzet di atas Rp4,8 miliar.
Pemerintah juga ingin menetapkan subsidi tarif Kereta Rel Listrik (KRL) berbasis nomor induk kependudukan (NIK) pada tahun depan. Rencana perubahan skema subsidi KRL itu tercantum dalam Buku II Nota Keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025. Subsidi KRL menjadi bagian dari subsidi untuk kewajiban pelayanan publik atau Public Service Obligation (PSO). Setiap tahunnya pemerintah menganggarkan subsidi PSO kepada sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memiliki fungsi layanan publik, salah satunya PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI.
Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir mengaku dirinya akan tetap mendukung kebijakan apapun yang diambil atau diputuskan pemerintah terkait subsidi ataupun penugasan Public Service Obligation (PSO). Namun hingga saat ini, sambungnya, belum ada koordinasi terkait subsidi tarif KRL tersebut.
Sementara itu, Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menyatakan bahwa tarif KRL Jabodetabek tidak akan berubah dalam waktu dekat. Direktur Jenderal Perkeretaapian Risal Wasal mengatakan bahwa skema penetapan tarif KRL Jabodetabek berbasis NIK belum akan segera diberlakukan sehingga belum akan ada penyesuaian tarif KRL Jabodetabek.
Meskipun demikian, Risal menyampaikan bahwa rencana tersebut merupakan bagian dari upaya DJKA dalam melakukan penyesuaian tarif KRL Jabodetabek dengan subsidi yang lebih tepat sasaran.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan bahwa pemerintah sedang menyusun skema baru penyaluran subsidi energi agar lebih tepat sasaran. Saat ini, sambungnya, ada tiga opsi skema penyaluran BBM subsidi.
Pertama, penyaluran secara langsung kepada masyarakat dalam bentuk bantuan langsung tunai (BLT). Dengan konsep ini, maka BBM akan dipasarkan di harga pasar. Masyarakat miskin akan membeli BBM dengan harga pasar ditambah uang BLT.
Kedua, skema subsidi BBM tetap berbentuk barang khusus transportasi umum dan fasilitas publik lainnya. Selain itu, sisanya lewat BLT. Artinya, transportasi umum akan mendapat harga khusus yang lebih murah, sedangkan masyarakat yang layak diberikan BLT.
Ketiga, skema kombinasi antara BLT dan subsidi terbuka seperti yang berlaku saat ini. Artinya, pada opsi kedua, harga BBM dinaikkan lebih tinggi, tetapi masih disubsidi yang kemudian kenaikkan harganya dikompensasi lewat BLT.
Kendati demikian, Bahlil belum bisa memastikan opsi mana yang bakal dipilih. Sebab, pihaknya harus melapor dahulu kepada Prabowo. Artinya, keputusan pengambilan opsi berada di tangan Prabowo.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) OJK Ogi Prastomiyono mengungkap pemerintah sedang menggodok program pensiun tambahan yang bersifat wajib.
OJK, sambungnya, masih menunggu peraturan pemerintah terkait dengan harmonisasi program pensiun, termasuk ketentuan batasan yang dikenakan maupun berapa persen potongan yang dikenakan dari pendapatan.
Ogi menjelaskan dalam Pasal 189 ayat (4) UU P2SK mengamanatkan bahwa pemerintah dapat untuk memiliki program pensiun yang bersifat tambahan yang wajib dengan kriteria-kriteria tertentu yang nanti akan diatur di dalam peraturan pemerintah.
Pemerintah pun, lanjut dia, akan mengharmonisasikan seluruh program pensiun sebagai upaya untuk peningkatan perlindungan hari tua dan memajukan kesejahteraan umum. Terlebih menurutnya dari hasil data yang ada, manfaat pensiun yang diterima oleh pensiunan itu relatif sangat kecil.