https://resources.matcha-jp.com/resize/720x2000/2016/10/13-4628.jpeg
Pengaruh budaya Jepang sangat diakui secara global, mulai dari anime, manga, video game, hingga ke tren fashion. Salah satu sub-budaya yang semakin populer adalah apa yang disebut dengan budaya “kawaii” di Jepang, yang telah menyebar ke seantero dunia sebagai akibat dari globalisasi dan dunia teknologi dan informasi yang semakin maju. Jika anda melihat sesuatu tentang “Hello Kitty”, sebenarnya anda sedang melihat budaya imut yang ada di Jepang. Jadi, apa yang dimaksud dengan budaya “kawaii”?
Kata “kawaii” sendiri memiliki sejarah yang sangat panjang. Kembali lagi ke masa periode Heian di Jepang (794-1185), di saat generasi emas Jepang sedang berlangsung. Disebutkan bahwa kata “kawaii” sendiri berakar dari kata kaohayushi (???), yang digambarkan sebagai sebuah wajah yang memerah karena malu atau merasa bersalah.
Seiring dengan berjalannya waktu, pengucapan “kaohayushi” berubah menjadi “kawayushi” (????), dan memiliki perubahan makna juga dari yang sebelumnya. “Kawayushi” menjadi kata yang memiliki makna yang melenceng jauh dibandingkan dengan “kaohayushi”, dan mewakili banyak hal: memalukan, menyedihkan, rentan, kecil, imut, dan menyenangkan. Kata tersebut akhirnya berubah lagi menjadi “kawaii” yang memiliki makna “imut”, “lucu”, dan “menyenangkan” yang berasal dari periode Muromachi (1336-1573). Saat ini, “kawaii” umumnya ditulis dalam huruf hiragana (????) atau dalam kombinasi kanji (???).
Budaya “kawaii” Jepang adalah budaya imut yang muncul dan tumbuh di Jepang. “kawaii” bukan hanya sedekar kata bagi orang Jepang, tetapi juga memiliki makna yang lebih persona yang merujuk kepada “imut”, “menyenangkan” dan “menggemaskan”, dan telah berevolusi menjadi sesuatu yang berkonotasi negatif. Hal tersebut menggambarkan budaya yang merangkul ke segala sesuatu yang menggemaskan serta merangkul setiap aspek kehidupan sebagai perwujudan yang positif.
“Kawaii” dapat merujuk pada benda, manusia, dan non-manusia yang awet muda, imut, dan kekanak-kanakan yang didasari pada ciri fisik seperti anak kecil dan hewan yang manis. Hewan dapat mengambil ciri pada manusia untuk membuatnya tampak lebih hidup. Begitu pula, manusia dapat menggunakan ciri-ciri pada hewan, terutama kucing, menggunakan ekor dan telinga untuk meningkatkan ekspresi emosional.
“kawaii” populer di Jepang karena budaya Jepang yang menghargai kaum muda, di mana para pria dan wanitanya berusaha meniru kaum muda dengan mengadopsi gaya berpakaian dan gaya hidup “kawaii”. Dapat dimaknai juga, hal tersebut merupakan sebuah pelarian dari jam kerja dan tekanan sosial yang ketat yang dihadapi banyak orang di Jepang.
Budaya “kawaii” Jepang telah masuk ke dalam gaya hidup, tapi bagaimana awalnya budaya tersebut bisa muncul?
Ilustrasi gambar seorang gadis adalah bentuk artistik awal dari “kawaii” itu tersendiri. Ilustrasi Yumeji Takehisa (1884 – 1934) menggunakan mata yang bundar dalam karyanya untuk mewakili kepolosan dan masa muda. Ada pengaruh dari barat yang berbeda hadir hari ini; mata bulat besar itu adalah hasil dari interaksi antara Jepang dan Amerika selama Perang Dunia II. Yang mana, pada saat ini ilustrasi yang digambarkan dengan mata bulat besar untuk menunjukkan ekspresi dan menyampaikan perasaan mereka pada setiap ilustrasinya.
Sebelum tahun 1970-an, target audiens budaya “kawaii” adalah untuk gadis-gadis yang masih bersekolah. Gadis-gadis tersebut adalah cara untuk memasarkan dan mengembangkan pasar fashion setelah perang dunia kedua, menargetkannya dengan gambar karakter ke dalam tren fashion yang bagus. “kawaii” digunakan untuk menjual kelucuan kepada gadis-gadis, yang memilih produk mereka berdasarkan tingkat keimutan sebuah produk. Identitas tersebut terbagun dan budaya terbentuk di sekitar pakaian, aksesoris dan benda-benda yang lucu, yang lama-kelamaan berkembang dan menjadi sebuah identitas yang besar.
Pada tahun 1970-an, Marui-ji, atau tulisan bulat, populer di sekolah-sekolah Jepang. Anak-anak sekolah menggunakan pensil mekanik untuk menghias tulisan mereka dengan simbol lucu seperti bintang dan hari, mirip dengan simbol emoji modern.
Wajah “kawaii” lahir pada tahun 1974, dengan munculnya Hello Kitty. Hello Kitty adalah salah satu kucing yang paling terkenal di seluruh dunia yang memiliki lebih dari 50.000 lini produk yang tersedia di sekitar 130 negara. Hello Kitty melambangkan budaya “kawaii” yaitu; karakter imut dengan mata dan kepala besar yang tidak proposional, hidungnya kecil, dan ekspresi wajah yang cenderung sama. Sikapnya yang tidak menunjukkan ekspresi menunjukkan setiap orang bisa memberinya hampir semua jenis emosi sesuai dengan intepretasi masing-masing orang, hal tersebut membuatnya menjadi karakter yang sangat populer tidak memandang jenis kelamin ataupun usia.
Budaya “kawaii” yang berada di Jepang telah memasuki semua aspek gaya hidup dan budaya populer. Sebagai contohnya:
- Fashion
Fashion “kawaii” adalah salah satu subculture mode di Jepang. Tren mode Jepang diakui oleh dunia, dengan cosplay yang menjadi ciri khas gaya hidup Jepang modern. Cosplay sendiri sangat populer dalam budaya populer Jepang sebagai sebuah mode untuk menggambarkan karakter-karakter anime ataupun manga.
Budaya “kawaii” Jepang salah satunya diwujudkan dalam bentuk fashion Jepang, yang berfokus pada kelucuan dan kepolosan. Estetika “kawaii” mencakup ke pakaian yang cerah, penuh warna, berenda, dan penggunaan pita yang berlebihan. Untuk melengkapi gaya, tingkah laku, dan berperilaku dengan cara yang kekanak-kanakan yang menggemaskan.
Daerah Harajuku di Tokyo pernah diasosiasikan dengan kebarat-baratan karena merupakan daerah perumahan Amerikanisasi bernama Washington Heights. Pada tahun 1977, tempat ini menjadi area pejalan kaki dan pusat fashion jalanan, dengan setiap gaya mulai dari gothic hingga cosplay dan kawaii muncul. Harajuku sekarang menjadi tujuan wisata populer, mempertahankan reputasinya sebagai pusat budaya pop di Jepang.
- Budaya Populer
Jepang memiliki budaya kafe yang unik. Terdapat banyak sekali kafe-kafe yang mengusung tema dari kafe kucing, kafe maid, kafe monster, hingga kafe yang bertemakan karakter-karakter yang imut.
- Maskot
Setiap perusahaan sampai prefektur memiliki maskotnya masing-masing; biasanya, hewan-hewan yang mirip dengan karakter anime. Dari museum, sekolah, penjara, dan bahkan militer juga memiliki maskot yang melambangkan imaji dari lembaga/tempat itu sendiri.
- Entertainment
Pada bidang entertainment, beberapa bintang pop baik pria dan wanita mengenakan pakaian dan riasan kawaii. Mereka juga berusaha merubah ukuran dan warna mata mereka dengan memakai lensa kontak besar berwarna, bulu mata palsu, dan riasan mata yang kuat. Bintang pop Jepang juga biasanya memiliki sifat yang lucu untuk para fansnya, sebagai contoh menulis dalam huruf yang lucu, ataupun menyertakan gambar-gambar imut di tanda tangan mereka.
- Pemasaran dan Periklanan
Makanan-makanan Jepang dipasarkan dalam kemasan yang lucu dan cerah, atau bentuk dari makanannya itu sendiri yang lucu dengan menambahkan karakter ala-ala emoji. Emoji menambahkan elemen imut dan kasih sayang bagi para pembelinya.
- Gaming
Jepang sangat terkenal dengan industri game-nya, dan sebagian besar game tersebut memiliki elemen kawaii.
- Seni
Dalam seni kawaii, kelucuan menjadi poin yang paling utama. Ada banyak genre yang menunjukkan kelucuan; guro-kawaii, ero-kawaii, kimo-kawaii, dan busu-kawaii. Salah satu seniman kawaii paling terkenal di Jepang adalah Takashi Murakami. Murakami digambarkan sebagai “Warhol of Japan”, karena estetika kartun-pop yang dibuatnya.
- Makanan
Budaya imut Jepang bahkan telah merambah ke dalam dunia makanan. Tren populer termasuk mengubah makan siang kemasan dari makanan pokok seperti nasi, ikan, daging, dan sayuran, menjadi karya seni yang lucu. Ada dua gaya kotak bento yang berbeda: kyaraben dan oegakiben. Kyaraben, atau kotak bento karakter, di desain dengan gambar-gambar seperti orang, binatang, atau karakter dari media populer. Oegakiben, atau bento bergambar, di desain untuk terlihat seperti hewan, bangunan ataupun pemandangan.
Sumber:
https://www.thejapaneseshop.co.uk/blog/what-is-japanese-kawaii-culture/
https://blog.govoyagin.com/kawaii-culture-101/