https://indianshri.com/fantastic-beasts-the-secrets-of-dumbledore-movie-review-a-trick-that-has-far-
Petualangan Newt Scamander (Eddie Redmanye), seorang Magizoologist di dunia sihir bersama dengaan hewan-hewan ajaib di dunia sihir berlanjut pada film ketiga. Dengan J.K Rowling bersama Steve Kloves yang menulis naskah ceritanya, dan David Yates sebagai sutradara pada film ketiga franchise Fantastic Beasts. Cerita kali ini tidak lagi sepenuhnya bercerita tentang Newt Scamander yang berpertualang mencari hewan-hewan ajaib; lebih dari itu, menceritakan mengenai rahasia yang dimiliki Albus Dumbledore (Jude Law) dan Gerrert Grindelwald (Mads Mikkelsen) yang mengancam dunia sihir dan dunia muggle.
“Profesor Albus Dumbledore sangat mengenal penyihir gelap Gellert Grindelwald dan kekuatan yang dimilikinya untuk mengambil alih dunia sihir dan dunia muggle. Karena Albus Dumbledore tidak dapat menghentikannya sendirian, dia mempercayai tim yang dikumpulkan oleh Newt Scamander bersama dengan penyihir-penyihir pemberani. Apakah mereka mampu menghentikan pengikut Grindelwald yang terus bertambah sebelum terlambat?”
Pertama-tama, pada saat saya menonton film ini, saya merasa tidak sabar untuk bisa merasakan kembali sensasi ke dunia sihir, setelah hampir empat tahun lamanya menunggu sejak film terakhirnya dirilis yaitu Fantastic Beasts: The Crime of Grindelwald. Karena saya tumbuh pada zaman franchice Harry Potter sedang booming di Indonesia, menonton film ini seolah mengingatkan kembali pada zaman Harry Potter, karena memang Fantastic Beasts adalah film prequel dari franchise Harry Potter, yang berlatar beberapa dekade sebelum perjalanan Harry Potter di Hogwarts, jadi kedua film ini masih sangat berkaitan satu dengan yang lainnya.
Tokoh-tokoh yang ada pada film ini tergolong baru (atau yang pernah disinggung) dari film Harry Potter. Namun, satu yang membuat saya penasaran adalah sang tokoh Albus Dumbledore muda yang diperankan Jude Law. Memang tokoh Dumbledore muncul pada film pertama dan kedua Fantastic Beasts. Namun, pada film ketiga ini Dumbledore muda menjadi inti dari jalan ceritanya. Bagaimana Dumbledore bersama dengan Newt Scamander dan timnya menghentikan Grindelwald dari rencananya untuk menghancurkan dunia muggle dan menjadikan dunia sihir menjadi tempat yang suci tanpa muggle didalamnya.
Awalnya, saya berekspetasi jika film ini akan sangat “meledak” jika dilihat dari judul dan trailernya. Namun, ternyata ekspetasi saya terlalu tinggi pada film ini. Entah mengapa saya merasakan alur cerita yang tidak rapi, banyak adegan-adegan yang dirasa menggantung dan belum terselesaikan, sudah diganti dengan adegan yang lainnya. Banyak kritikus film juga yang mengatakan bahwa karakter yang diperkenalkan terlalu banyak, banyak plot yang tidak terselesaikan, hingga “terlalu banyak film di dalam sebuah film”. Memang tidak salah dan saya sangat menyetujui ketiga pernyataan tersebut pada saat menonton film tersebut, seolah ada feel yang kurang pada film ketiga ini. Selanjutnya, banyak potongan-potongan adegan juga yang saya rasa masih menggantung, tetapi langsung diganti dengan adegan selanjutnya tanpa adanya penyelesaian pada adegan sebelumnya, ini seperti meninggalkan plot tersendir bagi saya.
Mengenai alur cerita, saya rasa pertarungan antara Dumbledore dan Grindelwald juga tidak se-fantastic itu. Sama seperti film sebelumnya, seperti permainan petak umpet – Dumbledore menang lalu Grindelwald entah kenapa bisa melarikan diri. Saya bisa memaklumi apabila pertarungan dahsyatnya mungkin disimpan pada sekuel terakhir pada film ini (rencananya akan ada 5 film, saat ini baru 3 film yang dirilis), tetapi setelah saya melihat ketiga film ini, saya tidak terlalu yakin apabila pertarungan dahsyat yang saya harapkan akan terjadi. Grindelwald yang digadang-gadang adalah seorang villain yang lebih jahat daripada Voldemort, saya masih belum bisa merasakannya hingga film ketiga ini.
Dan yang terakhir, banyak yang beranggapan bahwa “J.K Rowling adalah seorang yang jenius dalam menulis novel, tetapi tidak pada saat menulis naskah film.” Saya mengganggap hal tersebut mungkin benar adanya setelah melihat ketiga sekuel Fantastic Beasts yang digarapnya mengalami penurunan kualitas.
Dalam pembuatan film Fantastic Beasts: The Secret of Dumbledore mengalami beberapa masalah terutama pemeran utama Grindelwald pada film pertama dan kedua yaitu Johnny Depp yang mengalami masalah hukum dengan mantan istrinya Amber Heard, dan digantikan dengan Mads Mikkelsen. Bagi saya sendiri hal tersebut merupakan salah satu yang sangat disayangkan pada film tersebut. Dan benar saja, bagi saya Grindelwald pada film ketiga ini tidak setengil pada saat Johnny Depp memerankannya. Mungkin ini masalah prefensi pribadi, tetapi saya lebih menyukai Johnny Depp memerankan Grindelwald.
Di sisi lain, saya mengakui bahwa peran Mads Mikkelsen sangat solid di sepanjang film, meskipun gayanya berbeda dengan Johnny Depp, di mana Mads Mikkelsen memerankan Grindelwald lebih kharismatik, dewasa, realistik, dan walaupun peran pengganti Johnny Depp, chemistry dengan Dumbledore (Jude Law) langsung klop pada film ini.
Selain itu, sama seperti film sebelumnya, Newt Scamander masih sama menjadi seorang yang nerd, Jacob Kowalski masih menjadi seorang tokoh side-kick di mana seorang muggle yang masuk ke dunia sihir, dan Quennie Goldstein yang mengalami perubahan menjadi villain pada film ini. Yang sangat disayangkan adalah karakter-karakter yang dikembangkan pada film kedua, tidak secara baik dikembangkan pada film ketiga ini. Bagaimana tokoh Porpentina Goldstein yang hanya muncul di bagian terakhir film, dan tokoh Nagini yang sama sekali tidak disinggung pada film ini. Sangat disayangkan sekali bagaimana tokoh yang dibangun pada film sebelumnya, sama sekali tidak dikembangkan kembali pada film ketiga ini, menurut saya itu salah satu kekurangan pada sisi penokohan pada film ini.
Visual dan efek CGI yang saya rasa sudah cukup bagus, dan scoring musik yang saya rasa masih sama dengan film-film sebelumnya, memang dapat membangun latar sihir pada Fantastic Beasts: The Secrets of Dumbledore kali ini. Ada beberapa scene juga di mana kita kembali ke Hall Hogwarts yang mana bagi saya sendiri merupakan salah satu hal nostalgia pada film ini. Desain CGI pada hewan-hewan magic juga dibuat dengan halus dan detail, sama seperti film-film sebelumnya. Bagi saya kedua aspek tersebut masih sama seperti kedua film sebelumnya, atau bahkan lebih baik. Namun, memang jika diakui tidak ada hal-hal yang mencenangkan, bisa dibilang cukup pas saja.
Banyak penonton Fantastic Beasts merasa bahwa film ketiga ini memang terjadi sedikit penurunan kualitas di banyak aspek. Seperti jalan cerita yang tidak matang, hewan-hewan magic yang tidak menjadi titik fokus ceritanya, bahkan pada non teknis sekalipun seperti pergantian aktor Grindelwald dari Johnny Depp ke Mads Mikkelsen. Saya rasa banyak juga yang menilai film ini tidak se-hype pada film yang pertama, atau bahkan ada juga yang lebih ekstrem lagi yaitu membandingkannya dengan franchise Harry Potter. Saya rasa di satu sisi memang tidak salah membandingkannya dengan Harry Potter karena secara tidak langsung film Fantastic Beasts ada keterkaitannya secara tidak langsung. Namun, saya menilai keduanya memiliki perbedaa yang sangat mencolok; Harry Potter yang menjual fantasi penontonnya dengan “perjalanan sihir” yang dilakukan Harry dkk, imajinatif dan ringan. Sedangkan, Fantastic Beasts lebih menitikberatkan ke perjalanan Newt Scamander (jika masih dilihat seperti itu) dalam melihat berbagai permasalahan di dunia sihir, lebih nyata dan terkesan realistis. Jika dilihat dari penokohan filmnya pun, pada tujuh sekuel film Harry Potter, fokus di sudut pandang orang pertama yaitu di karakter Harry Potter itu sendiri. Sedangkan, pada Fantastic Beasts lebih kompleks dari itu, Newt Scamander sebagai core dan pemeran utama dalam film ini berubah-ubah. Seperti pada film pertama dirinya fokus di sudut pandang orang pertama, tetapi di film kedua dan ketiga, dirinya menjadi sudut pandang orang ketiga. Tidaklah sesuatu yang buruk, tetapi karena dia sebagai pemeran utama film ini, jadi sesuatu yang sia-sia jika dirinya tidak dijadikan inti pada keseluruhan franchise nantinya. Seperti banyak yang bisa digali dari dirinya, tetapi tidak dapat dikeluarkan secara maksimal.
Akhir kata, pada film ketiga Fantastic Beasts ini tidak se-fantastic film-film sebelumnya. Atau bahkan yang paling ekstrem sekalipun, saya merasa masih bisa menikmati film kedua Fantastic Beasts dibanding film ketiganya ini. Saya berharap di kedua film selanjutnya (jikalau memang ada) bisa memutarbalikan para penikmat Wizarding World dengan sesuatu yang lebih fantastik lagi, terutama konflik di antara Dumbledore dan Grindelwald nantinya.