Alta school
Berkeluarga dapat dianalogikan sebagai kapal. Perjalanan yang ditempuh begitu panjang dan banyak tantangannya. Dalam hal berkeluarga, suami dan istri adalah nakhoda kapal tersebut. Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 34 menyatakan bahwa suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya (Ayat 1). Sementara istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya (Ayat 2). Pasal tersebut secara lugas menyatakan bahwa peran suami adalah sebagai penyedia (provider), dan peran istri adalah mengurus rumah tangga.
Pembakuan peran ini terjadi selama bertahun-tahun. Namun, kabar baiknya, makin banyak keluarga muda yang mendobrak dikotomi ini, dan membagi peran suami-istri jadi lebih seimbang. Makin banyak perempuan yang mendapatkan akses ke pendidikan tinggi sehingga kesempatan berkarier juga makin luas. Makin banyak ibu bekerja, yang tak hanya dapat mengaktualisasi diri, tetapi juga berperan dalam finansial keluarga. Dengan demikian, dikotomi peran dalam UU Pernikahan tidak lagi relevan. Saat perempuan ikut mencari nafkah, tugas mengurus rumah tangga pun harus ditanggung bersama dengan suami.
Survei Parapuan Kompas tahun 2021 mencatat 64,5% responden mengaku bahwa suami dan istri sama-sama menjadi pencari nafkah. Bahkan responden menyatakan bahwa peran suami dan istri tidak lagi berlaku parsial. Peran untuk mencari nafkah dan mengurus rumah tangga serta anak merupakan tanggung jawab bersama. Mengutip Novensia Wongpy, S.Psi., M.Psi., Psikolog dalam artikelnya, pasangan yang egaliter lebih bahagia dibandingkan dengan pasangan yang tradisional. Hal ini terjadi karena pembagian tugas dilakukan berdasarkan minat dan preferensi pribadi bukan berdasarkan tuntutan tradisional. Adanya penyesuaian dari suami dan istri membuat beban dan tugas terasa lebih ringan karena suami dan istri saling mendukung.
Pengerjaan tugas bersama tanpa dikotomi peran ini termasuk pengasuhan anak. Studi oleh volling dan Palkovitz menekankan pada bagaimana ayah dan ibu bekerja sama sebagai orang tua. Penelitian ini menantang perspektif tradisional mengenai teori kelekatan yang menyatakan bahwa hubungan kelekatan ibu dan anak merupakan hal yang sangat penting bagi perkembangan anak, dan membuktikan bahwa kelekatan ibu-anak dan ayah-anak menghasilkan hubungan pengasuhan yang lebih berkualitas. Keterlibatan ayah di dalam pengasuhan dan sistem pendidikan memberikan dampak yang sangat signifikan terhadap perkembangan anak, hal ini termasuk perkembangan kognitif, emosi, psikis, sosial, dan fisik.
Pertanyaannya, sudahkah semua ayah menyadari pentingnya keterlibatan mereka dalam pengasuhan dan pendidikan anak?
Tahun 2023 lalu sempat viral isu tentang Indonesia menempati peringkat ketiga sebagai fatherless country. Meskipun sebenarnya tidak jelas dari mana klaim tersebut berasal, isu itu mengajak kita untuk kembali mempertanyakan peran ayah dalam keluarga, khususnya dalam tumbuh kembang anak.
Penelitian Peran Ayah dalam Pengasuhan Anak menyatakan bahwa ayah memberikan kontribusi penting dalam perkembangan anak. Pengalaman yang dialami bersama dengan ayah akan memengaruhi anak hingga dewasa. Berikut manfaat keterlibatan ayah dalam pengasuhan.
Penelitan yang sama menyebutkan bahwa keterlibatan ayah dalam pengasuhan juga bermanfaat bagi sang ayah, yaitu lebih matang secara sosial, merasa lebih puas dengan kehidupan mereka, mampu memahami diri, berempati dengan orang lain, serta mampu mengelola emosi dengan baik. Ayah yang terlibat dalam pengasuhan akan memberikan pengaruh terhadap kestabilan dan kebahagiaan perkawinan dan keluarga.
Pengasuhan adalah pekerjaan tim, bukan individual. Komunikasi terbuka dan jujur menjadi kunci utama dalam kelancaran pengasuhan anak, dan menjauhkan keluarga dari dikotomi tradisional peran suami-istri. Jika semua ini berjalan dengan baik, keluarga makin harmonis dan tentunya akan berpengaruh positif dalam tumbuh kembang anak.