OMNIBUS LAW DISAHKAN. BERIKUT ATURAN DAN HAK PEKERJA
Kamu tengah bekerja? Apabila demikian, berita soal Omnibus Law Cipta Kerja wajib terus kamu ikuti.
Sebab, regulasi ini mengatur hak-hakmu, lho. Semua ini tentu mempengaruhi keseharianmu.
Lantas, kamu khawatir karena belum tahu tentangnya sama sekali? Well, berikut rangkuman rancangan undang-undangnya.
Apa Itu Omnibus Law Cipta Kerja?
RUU Cipta Kerja adalah salah satu rancangan undang-undang yang masuk ke dalam rangkaian Omnibus Law.
RUU Cipta Kerja (RUU Ciptaker) tidak berdiri sendirian. Melansir Bisnis, di dalam Omnibus Law, ia ditemani oleh:
Hak pekerja pertama yang ada di Omnibus Law Cipta Kerja adalah istirahat. Maksud dari istirahat ini adalah libur mingguan alias weekend.
Kamu akan mendapat istirahat selama 1 hari dalam 1 minggu. Hal ini tertulis di Pasal 79 Ayat 2 Poin b RUU Ciptaker.
Hal yang sama juga ada di Pasal 79 Ayat 2 Poin b UUK 13/2003. Akan tetapi, dalam aturan ini, perusahaan juga bisa memintamu kerja selama 5 hari saja.
Sisanya, yakni 2 hari, kamu gunakan untuk libur.
Kamu seorang pekerja perempuan? Tentu ada berbagai hak khusus untukmu. Misalnya, cuti haid, hamil, dan melahirkan. Semuanya ada di dalam UUK 13/2003.
Ada pula cuti menikah, menikahkan, mengkhitankan, dan membaptiskan anak. Cuti-cuti itu berlaku untuk semua jenis kelamin.
Nah, untuk sementara ini, belum ada aturan libur-libur itu di dalam RUU Ciptaker.
Kamu tentu sudah kenal dengan kebijakan upah minimum. Nah, dalam pasal 88C RUU Ciptaker, hal ini juga diregulasi.
Dalam aturan ini, angka gaji terkecil yang dijadikan patokan adalah upah minimum provinsi. Hal ini berbeda dengan Pasal 89 UUK 13/2003.
Di sana, dituliskan bahwa upah boleh ditetapkan dengan skala provinsi atau kabupaten/kota. Semua tergantung kebijakan wilayah masing-masing.
Omnibus Law Cipta Kerja juga mengatur soal alasan seseorang boleh di-PHK. Semua tertuang dalam Pasal 154A.
Sebelumnya, alasan PHK diatur oleh UUK 13/2003. Dalam RUU Ciptaker, poin-poinnya sama, hanya ditambahkan dengan:
Sebelumnya, uang PHK diatur dalam Pasal 156 Ayat 2, 3, dan 4 UUK 13/2003.
Ada pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak (pengganti cuti tahunan, pengurangan biaya pulang-pergi kantor, dan lain-lain).
Mereka semua tetap ada di RUU Ciptaker. Akan tetapi, lewat Pasal 156, ketentuannya disesuaikan menjadi:
Misalnya, si A sudah memasuki masa pensiun. Sayangnya, PT ABC, tempatnya bekerja, tidak mendaftarkannya ke program jaminan pensiun.
Dalam UUK 13/2003, hal ini diatur di Pasal 167 Ayat 5. Jika skenario ini sampai terjadi, perusahaan harus memberi A pesangon sebesar dua kali lipat.
Dalam Omnibus Law Cipta Kerja, ketentuan soal ini belum ada.
Nah, sebenarnya, ada sanksi untuk perusahaan yang tidak mendaftarkan pekerjanya ke jaminan sosial.
Sanksi ini tertuang di Pasal 184 UUK 13/2003. Dalam Omnibus Law Cipta Kerja, sanksi ini belum diregulasi.
Akan tetapi, RUU Ciptaker menambah 1 jenis jaminan sosial. Nama program itu adalah Jaminan Kehilangan Pekerjaan. Hal ini tertulis di Pasal 18.
Dalam Pasal 59 UUK 13/2003, ada aturan soal Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Durasi maksimalnya adalah 2 tahun.
Setelah itu, ada dua alternatif status pekerjaan. Pertama, hubungan kerja menjadi putus. Kedua, status kerja diubah menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT).
Nah, durasi maksimal ini belum masuk ke dalam RUU Ciptaker. Jadi, belum ada batasan waktu seseorang dipekerjakan secara kontrak.
Dalam Omnibus Law Cipta Kerja, waktu lembur diubah menjadi maksimal 4 jam per hari dan 18 jam dalam seminggu. Semua ini tertulis di Pasal 78 Ayat 1 Poin b.
Hal ini berbeda dengan UUK 13/2003. Di Pasal 78 Ayat 1 Poin b, durasi lembur maksimal adalah 3 jam sehari. Untuk seminggu, periode paling banyaknya adalah 14 jam.
Dalam UUK 13/2003, tenaga outsourcing diatur di Pasal 64 dan 65. Bidang mereka dibatasi untuk pekerjaan di luar usaha pokok.
Regulasi tentang ini belum masuk ke dalam RUU Ciptaker.
Dalam Pasal 42 Ayat 1, tenaga kerja asing harus punya izin tertulis dari Menteri atau pejabat lainnya.
Hal ini berbeda dengan RUU Ciptaker. Ketentuannya ada di dalam Pasal 42 Ayat 1.
Di sana, tertulis bahwa pemberi kerja (perusahaan) yang punya tenaga kerja asing wajib punya pengesahan rencana penggunaan tenaga kerja asing dari Pemerintah Pusat.
Nah, gimana gengs? Udah pada ngerti kan ya..
Salam JonTor dari Mimin