https://nijiiro-kimono.com/furisode-guide/seijinshiki/799/
Setelah Perayaan Tahun Baru, datanglah hari libur nasional lainnya di Jepang yang yaitu ”Seijin no Hi” atau Hari Kedewasaan. Perayaan Seijin no Hi diadakan setiap senin minggu kedua di bulan Januari, sebagai perayaan mereka yang telah berusia atau akan berusia 20 tahun. Seijin no Hi adalah tentang anak-anak muda yang secara simbolis melepas masa remajanya dan mulai memasuki dunia kedewasaan dengan tanggung jawab, keberanian, dan harapan yang tinggi.
Seijin no Hi merupakan sebuah tata cara upacara keagamaan di Jepang setidaknya sejak periode Nara (710 – 794). Dengan nilai dan semangat yang sama dengan upacara Shichi Go San, tradisi ini dikatakan telah dimulai di kalangan bangsawan dengan upacara Genpuku untuk anak laki-laki berusia 12 – 16 tahun. Mereka diperkenalkan kepada kami “Dewa” pelindung keluarga mereka selama upacara Shinto, di mana mereka muncul di depan umum untuk pertama kalinya dengan mengenakan pakaian dan tatanan rambut orang dewasa.
Tradisi itu diturunkan ke kelas sosial lainnya selama berabad-abad dan sering dipraktikkan selama periode Edo (1603 – 1868) di antara kelas prajurit dan rakyat, dalam versi yang lebih sederhana; dahi anak laki-laki dicukur agar terlihat lebih dewasa dan potongan rambut ala samurai. Dan pada zaman ini juga para wanita muda mulai mengadakan upacara mereka sendiri yang disebut Mogi, yang dirayakann pada saat yang sama dengan pernikahan mereka, atau dirayakan diantara umur 18 dan 20 tahun. Penggambaran penampilan seorang wanita dewasa pada saat itu diciptakan oleh tatanan rambut ala Jepang dan menghitamnya gigi.
Versi modern dari Seijin no Hi pada awalnya dimulai di kota Warabi, Saitama pada tanggal 22 November 1946. Perang Pasifik yang telah berakhir sebelumnya membuat sebagian besar wilayah Jepang hancur, maka dari itu dimulailah upacara yang disebut Seinensai “atau Festival Pemuda”. Upacara tersebut diadakan untuk mendorong anak-anak muda dari negara yang hancur itu untuk bangkit dan menhilangkan suasana gelap pada zaman itu. Lalu, pada tahun 1948, pemerintah Jepang menetapkan upacara tersebut sebagai hari libur nasional yang tanggalnya ditetapkan setiap 15 Januari. Dan sejak tahun 2000-an, Seijin no Hi dirayakan setiap hari senin di minggu kedua bulan Januari.
Upacara resmi untuk merayakan kedewasaan disebut Seijin Shiki “Upacara Kedewasaan” dan diadakan pada hari Seijin no Hi. Upacara ini biasanya diselenggarakan oleh masyarakat setempat, terutama pemerintah kota. Mereka membentuk komite organisasi yang ditugaskan untuk merancang acara Seijin Shiki. Mereka yang direkrut pun merupakan remaja-remaja yang akan memasuki usia kedewasaan pula. Untuk menjalankan acaranya mereka bertugas untuk mengatur detail upacara, mempersiapkan booklet untuk ditawarkan kepada para peserta dan pengunjung, serta mengatur ketertiban upacara yang sedang berlangsung.
Upacara resmi biasanya diadakan di teater atau di aula gedung pertemuan dengan dihadiri perwakilan dari kota dan anggota representatif yang ditunjuk. Selain itu, hanya mereka yang akan berulang tahun ke-20 pada 2 April tahun sebelumnya sampai 1 April pada tahun ini, dan yang secara resmi tinggal di kota yang diundang. Mereka menerima voucher undangan mereka pada bulan Desember yang digunakan untuk memasuki tempat upacara.
Seijin Shiki berlangsung kurang lebih sekitar satu jam dan merupakan sebuah momen yang sangat khidmat. Ketika semua orang duduk, rangkaian acara-pun dimulai dari menyanyikan lagu kebangsaan Jepang, sambutan pejabat pemerintah (walikota/wakil walikota/yang mewakili), ucapan terimakasih kepada berbagai asosiasi yang terlibat, dan salam dari maskot lokal.
Upacara ini mencakup semua orang Jepang berusia 20 tahun, apapun pekerjaan mereka pada saat itu: baik itu anak muda “biasa”, hingga tokoh-tokoh terkenal, atlet, bahkan seorang Maiko dengan berpakaian lengkap dengan pakaian profesionalnya. Dan juga, sejak beberapa tahun terakhir beberapa kotamadya telah membuka upacara Seijin Shiki untuk pelajar asing atau pekerja magang yang berusia 20 tahun selama mereka tinggal di Jepang.
Di setiap kota di Jepang pastinya memiliki ciri khasnya masing-masing mengenai perayaan Seijin no Hi ini. Namun, biasanya setiap orang dapat menghadiri acara yang biasanya diadakan di aula kota setempat dan acara dimulai pada pukul 11:30. Sebelum acara dimulai, peserta mempersiapkan acara dengan memakan waktu berjam-jam terutama untuk mempersiapkan riasan para gadis dan pemakaian Kimono. Setelah semua acara telah terlaksana, mereka akan berkumpul di satu tempat dan berfoto bersama.
Pakaian yang dipakai untuk acara juga sangat penting. Umumnya, para gadis memakai furisode “kimono yang berlengan panjang”. Pakaian tersebut wajib dikenakan oleh wanita yang belum menikah. Beberapa bulan sebelum memperingati Seijin no Hi, biasanya salon dan studio foto sudah mulai menjual layanan mereka untuk pemesanan dan persiapan pada hari upacara. Furisode yang dikenakan oleh para gadis itu bukanlah sebuah Kimono seperti biasanya, bahkan beberapa set pakaiannya seharga 1.000.000 yen karena desainnya yang rumit yang dikarenakan esensi dari acara Seijin Shiki yang sakral. Oleh karena itu, beberapa gadis memilih untuk hanya menyewa furisode khusus pada hari itu.
Lengan furisode biasanya memiliki panjang sekitar 99 – 107 cm. Furisode dalam acara ini biasanya hadir dalam warna-warna cerah yang bersemangat dan dimaksudkan untuk menarik perhatian pemakai kimono. Dulu, hanya anak kelas menengah dan atas yang memakai furisode, tetapi hal tersebut tidak lagi terjadi di hari ini. Untuk alas kaki, para remaja putri mengenakan zori, yaitu sandal jepit yang datar khas tradisional Jepang. Apabila cuaca agak dingin, syal juga bisa dipakai. Mendapatkan penata rambut juga merupakan keharusan selama acara ini, karena kebanyakan wanita ingin mendapatkan gaya rambut khusus hanya untuk upacara kedewasaan.
Di sisi lainnya, para laki-laki biasanya memakai hakama. Pakaian harus diikatkan di pinggang dan panjangnya hanya sampai mata kaki saja. Saat ini, beberapa laki-laki juga sudah mulai mengenakan variasi pakaian lain seperti jas dan dasi ala Barat.
Setelah acara selesai, merupakan sebuah kebiasaan bagi peserta untuk mengunjungi kuil setelah upacara kedewasaan, yang setelah itu, mereka akan berkumpul dengan teman-teman sekolah lamanya.
Dewasa ini, remaja di Jepang semakin kurang tertarik dengan upacara ini, yang formatnya terbilang konvensional dan tidak lagi sesuai dengan generasi muda. Selain itu, undang-undang yang disahkan pada tahun 2018 juga akan menetapkan remaja yang telah berusia 18 tahun akan dianggap sudah dewasa dan diterapkan pada tahun 2022 ini. Hal itu akan berpengaruh sendiri terhadap upacara Seijin no Hi yang tadinya diperuntukkan untuk seseorang yang sudah berusia 20 tahun menjadi yang berusia 18 tahun.
Masalah yang terjadi terkait perayaan Seijin no Hi adalah menurunnya jumlah peserta yang mengikuti acara tersebut beberapa tahun terakhir, yang hal tersebut dikaitkan juga dengan penurunan tingkat kelahiran di Jepang. Perayaan ini sangatlah penting bahkan di Tokyo Disneyland mulai menyelenggarakan upacara kedewasaan ini setiap tahunnya. Upacara tersebut pernah mencapai lebih dari 36.000 orang yang berkumpul untuk merayakan upacara tersebut.
Pentingnya Seijin no Hi ini tidak hanya untuk remaja yang baru menginjak kedewasaan, tetapi juga untuk orang tua dan keluarga mereka. Di hari ini merupakan seremonial untuk mulai memikirkan tentang aturan-aturan baru, kebebasan, tanggung jawab, dan mulai memikirkan tentang saat ini tetapi juga tentang masa depannya sendiri.
Artikel ini disadur melalui sumber:
https://www.aonghas-crowe.com/blog/tag/History+of+Seijin+Shiki
https://savvytokyo.com/seijin-no-hi-celebrating-japanese-youths-rite-passage/
https://www.kanpai-japan.com/lifestyle/seijin-no-hi
https://www.nippon.com/en/features/jg00064/
https://www.tokyoweekender.com/2021/01/coming-of-age-day-in-japan/