https://www.nippon.com/en/features/jg00115/
Melihat bulan di musim gugur, atau tsukimi, sudah menjadi hiburan bagi rakyat Jepang. Secara tradisional, tsukimi adalah cara untuk mengungkapkan rasa terima kasih atas hasil panen yang baik dan harapan untuk karunia serupa di masa depan. Pada kalender lunar lama, bulan purnama muncul pada malam kelima belas (juugoya) setiap bulan. Malam terbaik dalam setahun untuk mengamati bulan dikatakan sebagai malam kelima belas bulan kedelapan kalender lunar, yang dikenal sebagai juugoya no tsukimi.
Menurut perhitungan tradisional, musim gugur dimulai dari bulan ketujuh sampai bulan kesembilan kalender lunar. Titik tengah musim yang tepat dari malam kelima belas bulan kedelapan, disebut chuushuu (pertengahan musim gugur), sehingga nama lain untuk bulan purnama malam itu adalah chuushuu no meigetsu (bulan pertengahan musim gugur).
Kebiasaan melihat bulan juugoya dimulai di Tiongkok selama Dinasti Tang (618-907) dan menyebar ke Jepang setelahnya. Para bangsawan dari periode Nara (710-794) dan Heian (794-1185) menikmati pesta melihat bulan di mana mereka memainkan musik dan mengarang puisi. Pada zaman Edo (1603-1868), tsukimi telah menjadi acara yang populer bahkan di kalangan penduduk biasa, dan terkait erat dengan tradisi festival musim gugur yang melibatkan persembahan beras yang baru dipanen dengan penuh rasa syukur kepada para dewa.
Dekorasi Tsukimi
Tempat di mana orang berkumpul untuk melihat bulan, seperti beranda atau jendela, dikenal sebagai tsukimidai. Tempat ini secara tradisional dihiasi dengan persembahan seperti pangsit beras yang disebut tsukimi-dango dan hasil bumi seperti talas juga susuki, atau rumput pampas.
Kue berbentuk bulat dari beras ini melambangkan bulan purnama. Bentuknya juga dianggap membawa keberuntungan dan apabila memakan tsukimi-dango dikatakan dapat membawa kesehatan dan kebahagiaan. Salah satu tradisi di Jepang yaitu menampilkan 15 dango untuk mencocokkan malam kelima belas, sementara itu ada tradisi lainnya yang menampilkan 12 dango, satu untuk setiap bulan.
Dipajang lima sampai sepuluh tangkai rumput pampas, dilambangkan sebagai karunia tanaman padi, yang apabila dilihat setelah dipamerkan akan menyerupainya.
Karena umbi talas atau taro menghasilkan banyak tunas, umbi talas diasosiasikan dengan keluarga yang besar dan sejahtera.
Hasil bumi musiman seperti edamame, kastanye, dan labu juga ditawarkan selama festival melihat bulan.
Kelinci di Bulan
Di Jepang, alih-alih manusia di bulan, dikatakan adanya gambaran kelinci yang sedang menumbuk kue beras mochi dengan palu di bulan. Menurut salah satu teori, hal ini didasarkan pada kisah Buddha yaitu Kelinci Bulan yang kemudian menjadi terkenal di Jepang. Teori lainnya adalah bahwa ini adalah permainan kata mochizuki, yang berarti "bulan purnama," namun juga terdengar seperti kata untuk menumbuk mochi.
Source: https://www.nippon.com/en/features/jg00115/